Sabtu, 26 April 2008

Perjalanan 1000 mil Menuju Tyto Alba

Pada hari Selasa tanggal 8 April 2008 saya ditugaskan oleh kantor ke Padang, Sumatera Barat tujuan persisnya sebetulnya bukan Kota Padang tapi Maninjau, Kabupaten Agam.


Baru pertama kali saya ke Maninjau, Nagarinya Buya Hamka ulama kharismatik di Indonesia yang saya kagumi. Sebelumnya saya sudah banyak menginput data tentang Nagari Maninjau dengan segala keindahannya dari salah satu teman dekat saya Ir. Elwidar Is yang asli Maninjau. Ketika Uni Ewid (demikian saya memanggilnya) menceritakan tentang kampung halamannya Nagari Maninjau saya merekamnya dalam memori saya dan menyimpannya dengan baik di directory special Maninjau. Terutama tentang Danau Alam Maninjau dengan ikan-ikan spesifik Danau Manijau yang sering Ni Ewid bawa kalau beliau pulang kampung sebagai oleh-oleh special untuk saya.


Memori saya tentang Sumatera Barat adalah Maninjau tidak yang lainnya, Kota Bukittinggi yang sejuk tempat lahirnya Moh. Natsir dan Bung Hatta tidak ada di directory otak saya, makanya ketika menuju Maninjau melalui Bukittinggi dan melintasi Padang – Bukittinggi wuiih ternyata keren banget "view" nya. Bener-benera membuat mata saya tak berkedip takut kehilangan pandangan yang elok BGT. Bagaimana tidak di sepanjang jalan terdapat sepenggal hutan tropik yang rapat, air terjun curam dengan kemiringan 90 0 pinggir jalan yang elok, dan… ups ini yang paling saya suka … sungai yang berkelok-kelok membersamai kelokan jalan raya subhanallah….(kebayang kembali ketika saya kecil yang tergila-gila main di sungai nan jernih di kaki Gunung Tilu, Kuningan Jawa Barat-pen) --di benak saya sungai yang mengalir jernih mengingatkan saya tentang surga tentunya surga versi saya-- yah betul antara padang – Bukittinggi seperti sejumput surga yang diletakkan di Sumbar. Sangat memuaskan rasa saya Alhamdulillah…
Kembali ketujuan saya semula adalah Maninjau, berhubung sampai Bukittinggi sudah malam, perjalanan ke Maninjau saya tunda… Bukittinggi malam hari tidak jauh berbeda dengan kota-kota wisata di Jawa seperti Solo misalnya, mungkin hanya sedikit lebih sejuk dibandingkan Cisarua daerah Puncak Bogor- Cianjur saat ini.


Pagi hari saya dengan penuh antusias siap-siap untuk menuju Maninjau sebagai representasi Sumatera Barat di benak saya. Tujuan utama ke Maninjau adalah untuk melihat penangkaaran burung hantu (Tyto Alba). Burung hantu sangat berperan di bidang perlindungan tanaman sebagai predator tikus, salah satu hama yang selalu menjadi kendala setiap berusaha tani. Seluruh komoditas pertanian dapat digasaknya habis oleh Rattus-rattus agretiventer si tikus sawah ini terutama komoditas tanaman pangan seperti padi, jagung, kedelai dan tanaman palawija lainnya.


Perjalanan menuju Maninjau diantar seorang pakar burung hantu dari Balai Perlindungan Tanaman Pangan Dan Hortikulttura Sumatera Barat Bapak Ir. Musdar seorang yang ramah, sangat terbuka dan tidak pelit informasi terhadap ilmu yang beliau miliki sepanjang perjalanan beliau menceritakan awal keberadaan si Tyto Alba di Maninjau…..

Sepanjang perjalanan selain disuguhi informasi ilmu tentang burung hantu juga disuguhi hamparan pemandangan yang luar biasa indah awalnya sih mirip-mirip Bogor – Cianjur (jalur Puncak) lama-lama ternyata berbeda kalau Puncak keindahan yang telah diperkosa sedangkan Bukittinggi – Kelok 44 – Maninjau adalah keindahan hutan tropika masih asli atau agak asli ? EGP swear asli sepanjang pengetahuan saya, karena masih banyak babi hutan dan monyet yang nyasar ke jalan raya, apalagi kalo dibandingkan dengan Bukit Suharto antara Balikpapan – Samarindah wah elek (dengan logat boneka Susan) karena di Bukit Suharto kita dibokongi (hehe frase anak saya untuk istilah bohong) di pinggirnya seolah-olah lebat tapi di tengah masyaAllah botak kinclong… keterlaulan memang (apa krn namanya??) akibat kerakusan hawa nafsu si pemerkosa lingkungan Kalimantan sudah tidak punya hutan tropik alami lagi hiks hiks…. Namun insya Allah tidak demikian untuk hutan sepanjang Bukittinggi – kelok 44 - Maninjau, semoga saja bisa bertahan dari gempuran pemerkosa lingkungan "stupid"…


Sepanjang perjalanan sejujurnya saya sangat berterima kasih pada Bos saya yang sedikit agak memaksa saya tugas dinas ke Sumatera Barat untuk menemui si tyto alba dan ternyata saya sangat menimati perjalanannya, apalagi ketika saya sampai di puncak tertinggi yang kami lalui menuju Maninjau dimana nun jauh di bawah sana Danau Maninjau yang tenang terlihat dengan anggunnya… Alhamdulillah ya Allah untuk perjalanan ini… Setelah disuguhi keindahan Maninajau dari puncak bukit… nah ini dia perjalanan sesungguhnya baru dimulai siap-siap untuk melalui kelokan 44 yang tajam dan sempit ….. eh…eh…eh ternyata kelokannya lebih dari 44 ….. wouw… wouw…. saya kuat… saya kuat terus mensugesti diri agar tidak terasa kocokan di perut saya karena keloknya… tapi apa daya akhirnya perut saya tidak bisa berkompromi dengan disugesti… yeah saya … saya … mabok…. ya ampyun saya yang tukang naik bus Jakarta – Kuningan kagak pake rem mabok … memalukukan… terkalahkan oleh kelok ampe-ampe…. sampai pinggir danau saya sudah limbung tidak bisa meni’mati keindahannya lagi …… HUUeekkk.


Alakulihal…. akhirnya saya sampai ke Nagarinya si burung hantu Tyto alba, namun kalau kita sampainya siang hari jangan harap kita dapat bertemu langsung dengan si Tyto alba karena dia sangat pemalu dengan orang yang tidak dikenalnya, banyak jenis burung hantu salah satunya adalah si Tyto Alba merupakan jenis burung hantu yang cantik secantik namanya mukanya seperti mengenakan jilbab. Sepertinya si Hedwig burung hantunya Harry Potter juga jenis Tyto alba soalnya kelihatan cantik kan ??? (eeeuh kambuh sok tahunya maaf banget nih)
Burung hantu merupakan golongan hewan carnivore, jenis burung hantu Tyto alba makanannya spesifik tikus (menurut penelitian 90 % tikus dan 10 % serangga). Si Tyto alba ini memiliki banyak keistimewaan sebagai sahabat petani dalam menjaga pertanaman dari gangguan tikus. Kelebihan Si Tyto alba ini antara lain :


Memiliki daya jelajah sampai 15 km, dan dapat mendengar suara cicitan tikus sejauh 500 m.
Tyto alba dewasa dalam sehari dapat memangsa 3-4 ekor tikus.


Tyto alba mudah dipeliharan karena kehidupannya sangat teratur (sesuai sunnatullah) menetap di suatu tempat alias bukan yang hidupnya nomaden, memiliki rumah tempat dia pulang setelah berburu tikus. Hanya saja kalo tempatnya tercium bau yang tidak dikenal sebelumnya dia merasa terancam, dia akan mencari tempat baru yang dianggapnya aman.


Perkembangbiakannya sangat cepat, periode bertelur 4,5 – 5,5 bulan sekali dengan jumlah telor 4 – 11 butir, dan kemungkinan menetas sampai 50 %. Induk mulai mengeram ke 3 atau ke 4 sambil mengeram masih melakukan perkawinan untuk menambah telor.
Telor menetas 30 hari setelah dierami, dan pada umur 2,5 – 3 bulan anakan mulai memisahkan diri dari induknya
Mampu bertahan hidup sampai 4,5 tahun


Tyto alba memiliki kebiasan yang sangat teratur alias memiliki schedule ketat kita bandingkan dengan tikus sebagai pakannya yaitu : 19.00 memulai aktifitas demikian pula tikus; jam 20.00 – 21.00 aktivitas tyto alba masih prima sedangkan tikus sudah mulai menurun; jam 24.00 aktivitas Tyto alba masih tetap tinggi sedangkan tikus sudah bobo (hehe); jam 03.00 – 05.00 aktivitas si Tyto masih oke ketika tikus mulai beraktivitas kembali; jam 06.00 Tyto alba pulang ke kandangnya/pagupon untuk istirahat sampai jam 19.00 untuk kembali beraktifitas.


Subhanallah kehidupan sangat yang teratur, dengan vitalitas yang tetap terjaga selama 10 jam.
Berdasarkan pengamatan di Nagari Maninjau 1 pasang Tyto alba mampu mengamankan 10 – 20 ha sawah… (cukup efisien kan ???)


Pengembangannya sangat mudah, yang tidak mudah adalah penjagaan agar si Tyto alba ini tidak diganggu tangan-tangan kotor si serakah (tipe si hedon rakus yang ingin meni’mati sesuatu hnya untuk diri dan keluarganya saja—seperti si serakah kuadrat rakus ILLEGAL LOGING- )… yap betul gangguan yang super hebat bagi keberlangsungan si Tyto alba ini adalah predator yang paling ganas rakus dan memuakan yang sangat sering memutus mata rantai kehidupan yaitu M A N U S I A.


Akhirnya setelah ketemu dengan si Tyto walau hanya dengan "calon anaknya" ("telor") saja rasa mual kocokan kelok 44 tidak saya rasakan lagi … yang ada adalah subhanallah kalo saja manusia berperilaku sesuai sunnatullah seperti si Tyto alba … keseimbangan alam menumbuhkan keteraturan dan produktif tidak akan ada krisis pangan, krisis energi dan krisis-krisis lainnya… setelah saya pikir-pikir (sambil bersenandung lagunya Euis Dahlia itu loh APANYA DONG) sebetulnya akar permasalahan krisis yang ada di dunia ini (karena krisis pangan tidak hanya melanda Indonesia tapi sudah melanda dunia) menurut saya adalah karena rantai kehidupan terputus …. Yapp betul …karena ada yang memutuskan siapa ???? coba tanya sama Pa Gubernur Sumut terpilih hihihi... dia kan jujur dan lucu pasti jawabannya lucu dan jujur…..


NB.

Apabila ada yang berminat untuk lebih jauh mengenai a - z burung hantu Tyto alba dapat menghubungi Bapak Ir. Musbar Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jl. Raden SAleh No. 2 Padang no. HP. 081363708829….
Ahadiati

Tidak ada komentar: